the old song i love so much. about love and home.
Senin, 05 Desember 2016
Kamis, 01 Desember 2016
A(wk)ward
So, ini adalah postingan saya untuk mem-vote pemenang A(wk)ward BBKU KBM UGM 2016. sedih, akhirnya BBKU harus berakhir, setelah 30 hari yang memacu adrenalin karena harus menyiapkan tulisan blog diantara deadline tugas-tugas kuliah, akhirnya semua usai. tapi seperti kata Lenka:
I can't figure it out
It's bringing me down I know
I've got to let it go
And just enjoy the show
yah, kami semua adalah pemain dari sang sutradara BBKU (Kang Mimin). kami hanya berkewajiban menjalankan tugas selama 30 hari, dan setelah itu cukup sudah.
jreng..jreng..jreng..jreng dan inilah vote saya :
1. Blog ter-Stuart Hall : Intan Poerwaningtyas
2. Blog ter-Mathew Arnold : christenstephanie.blogspot.com
3. Blog ter-Raymond Williams: theemeraldinmay.wordpress.com
4. Blog ter-Guy Debord : fauzanazizworks.blogspot.com
5. Tulisan Ter-Nobel : Janda di Balik Jendela Part 2
6. Top commenter : tanyaeirenayeru.blogspot.com
7. Top new comer : mengenalindah.wordpress.com
selamat untuk yang kalian yang saya pilih, semoga hak pilih ini make a different 😉
Rabu, 30 November 2016
naik haji
Disuatu sore yang penat
Dosen : Apakah Bordieu ada punya teori tentang naik haji?
mahasiswa : ??
Dosen : Apakah Bordieu ada punya teori tentang naik haji?
mahasiswa : ??
Selasa, 29 November 2016
circus
I was walking on a wire
Looking down, there was no net
Too late to cover up my tracks
Damn the fool who begs for more
I'm learning how to fall
Learning how to take a hit
I had to walk before I crawled
It was winner take it all
Minggu, 27 November 2016
miko
today is the day before you become our family
it's one year ago
scary and shame you are
but now adorable
naughty pose that make we laughs💜
Sabtu, 26 November 2016
Bertemu Socrates
Tik tok tik tok (bunyi detik jam menuju 21.30 wib)
Kembali
ke rutinitas yang harus aku jalani.
Di sabtu sore yang mendung, tiba-tiba muncul hasrat menikmati
secangkir kopi pahit. Pilihan jatuh ke sebuah kedai kopi kecil di kawasan tugu.
Ide tentang kopi sejatinya muncul saat berkunjung ke Klinik Kopi, yang waktu
itu masih menempati sebuah pekarangan milik salah satu kampus tertua di
Jogjakarta. Sekitar 6 tahun lalu. Sejak saat itu aku menjadi tahu bagaimana
menikmati kopi. Maklum sebelumnya, saya seorang yang anti-kopi. Dari situ menikmati
kopi tanpa gula, krimer, apalagi susu menjadi “gaya” saya menikmati bubuk hitam
nan pahit ini.
Saat itu gerimis mulai turun, aku memilih duduk di sudut
depan kedai yang sepi sembari mengamati kesibukan manusia. Ini sudut terbaik
menikmati sore yang akan berlalu, pikirku. Dari kejauhan aku melihat seorang
laki-laki tua berjalan sedikit membungkuk, dengan membawa satu karung plasik
yang ia pikul di pundaknya.
“Ah, pengemis...batinku”. orang-orang yang berada disekitarnya tampak sinis terhadap
orang tua ini.
“Mungkin karena ia terlihat dekil, atau mungkin bau ?”gumamku
dalam hati. Tatapan mataku terus memandang laki-laki tua itu.
Sampai pada laki-laki tua itu seperti merasakan ada yang
mengawasinya. Ia melihatku.
Kami pun saling bertatapan.
Gerimis membuat rambut panjang laki-laki tua itu basah, begitu
juga dengan bajunya.
Ia pun berjalan mendekat. Ia menyapaku dengan sopan.
“Sugeng sonten, den. Menawi gadhah artos kula nuwun".
Hemm, rasa iba memenuhi hatiku. Ku rogoh saku celana, dan ku
berikan uang bergambar seorang pahlawan dari tanah jogjakarta. Sambil ku
berikan uang, aku pun bertanya, “jenengan dalemipun pundi ?”
“kulo namug mburi pasar
kranggan den.”, kata laki-laki tua itu.
Perasaan tidak enak kembali menyergap hati. Waduh bapak ini
manggil den, seperti aku ini seorang bangsawan aja. Buru-buru aku menjawab, “nuwun
sewu, ampun nimbali kula den, pak. Kula namung rakyat jelata”. maksud hati ingin berbasa-basi, rupanya bapak ini malah ngajak omong bahasa jawa halus
yang aku sendiri hanya bisa mengucapkan beberapa hal saja. Takut salah akhirnya
aku bertanya,.
“ maaf bahasa jawa saya tidak terlalau baik pak. Apakah kalau
saya memakai bahasa campur (indonesia jawa) bapak mengerti?”, tanyaku. Bapak itu
tersenyum, dan berkata sudah biasa kula mas. Kami pun tertawa bersama.
aku ajak ia duduk. Ia pun memperkenalkan diri, Tugiran katanya. Nama itu
menurutnya, akronim dari setu legi babaran (lahir sabtu legi). Nama itu diberikan oleh orang tuanya untuk
memudahkan mengingat nama anak dengan pasaran dalam penanggalan jawa. Pak Tugiran
bercerita tentang keluarganya. Ia memiliki 5 anak, namun anak keduanya
meninggal saat kecil. Istrinya Jariyah telah meninggal 5 tahun lalu. Pak Tugiran
mengaku rindu pada anak-anaknya yang kini hidup terpisah darinya, namun ia tidak ingin merepotkan anak-anaknya. Karena
itu ia memilih tetap bekerja diusia tuanya kini. Sebagai buruh di pasar
kranggan, dengan usia yang telah mencapai 70 tahun, pastilah ia kalah bersaing
dengan buruh pasar yang usianya lebih muda dan perkasa. Dan bila tak mendapat uang, Pak Tugiran kadang mengiba pada
orang yang dijumpainya.
Ngobrol ngalor ngidul dengan Pak Tugiran membuat aku menyelami
sejarah kehidupan orang Jawa yang nrimo dengan keadaan. Sikap tersebut
seringkali dieksploitasi oleh manusia moderen untuk memperalat orang-orang
seperti Pak Tugiran. Pak Tugiran termasuk orang yang kritis, ia banyak bertanya
tentang hal-hal yang substansial seperti mengapa kita ada? Untuk apa kita hidup
didunia?apakah uang memang bisa membeli semua kebutuhan kita?dsb. Namun dengan
usianya yang sekarang, Pak Tugiran mengaku pasrah dengan jalan hidupnya, dan
hanya berserah pada Sang Pencipta hidupnya. Ketika aku bertanya apakah ia bahagia, Pak
Tugiran menjawab, “saya bahagia pernah hadir di kehidupan ini”.
Bertemu dengan Pak Tugiran, aku seperti mengingat kembali
ajaran Socrates, tokoh yang memperkenalkan filsafat pada dunia. Pertanyaan kritisnya
tentang mengapa manusia sibuk menghamba pada konstruksi-konstruksi pemikiran
masih saja relevan dengan masa moderen. Pergulatan mencari
makna, memang seringkali membawa kita pada sisi kelam modernitas.
Tak terasa waktu sudah mendekati pukul 21.30. hujan sudah
reda, dan orang –orang mulai disibukkan kembali untuk mengejar mimpi- mimpinya.
Pak Tugiran pun pamit, dan aku melepasnya diantara hiruk pikuk kawasan tugu.
Senin, 21 November 2016
Super "Mad" Power
Selama seperempat abad hidupku, aku merasa hanya sebagai manusia biasa, bahkan tak pernah tau jika sebenarnya aku punya kekuatan super, Sampai aku bertemu dengan Mimin penjaga blog KBM UGM. Sejak saat itu semua berubah. Dari situ aku tau jika aku punya kekuatan super. Gak percaya?? ini ceritanya...semoga menginspirasi kalian semua.
Kemarin usai pulang kuliah, aku terjebak kemacetan panjang di siang yang menyengat.
Ternyata ada razia. Mau balik ato muter gak bisa. Pelan-pelan aku maju ngikuti arus.
Orang2 pada melihatiku. Sorot mata mereka macam-macam maknanya.
Ada yg kasihan, sinis, dll.
Aku sadar. Hanya aku yang gak pake helem.
Surat yang kubawa juga cuma KTP, ATM dengan saldo enol, dan uang 5 ribu.
Antreannya panjang. Sungguh menyiksa.
Sampe di depan, sorot mata pak polisi seperti keheranan melihatku, sambil berkata pelan : "Ngapain di sini?
Aku jawab "Bapak kenal saya?" kataku.
"Sudah sana. Lanjut" katanya.
Wah lega hatiku. Ga di-apa2 kan.
Aneh juga dalam hati kenapa aku sendiri yang nggak dirazia??. padahal yang lain harus ikut antrean panjang.
Ternyata ada razia. Mau balik ato muter gak bisa. Pelan-pelan aku maju ngikuti arus.
Orang2 pada melihatiku. Sorot mata mereka macam-macam maknanya.
Ada yg kasihan, sinis, dll.
Aku sadar. Hanya aku yang gak pake helem.
Surat yang kubawa juga cuma KTP, ATM dengan saldo enol, dan uang 5 ribu.
Antreannya panjang. Sungguh menyiksa.
Sampe di depan, sorot mata pak polisi seperti keheranan melihatku, sambil berkata pelan : "Ngapain di sini?
Aku jawab "Bapak kenal saya?" kataku.
"Sudah sana. Lanjut" katanya.
Wah lega hatiku. Ga di-apa2 kan.
Aneh juga dalam hati kenapa aku sendiri yang nggak dirazia??. padahal yang lain harus ikut antrean panjang.
Sambil meng-ingat siapa polisi tadi,
Akhirnya kukayuh pelan-pelan sepedaku.
TAMAT
Minggu, 20 November 2016
stay
jreng..jreng...jreng
Green light, Seven Eleven
You stop in for a pack of cigarettes
You don't smoke, don't even want to
Hey now, check your change
Dressed up like a car crash
Your wheels are turning but you're upside down
You say when he hits you, you don't mind
Because when he hurts you, you feel alive
Hey babe, is that what it is
Red lights, gray morning
You stumble out of a hole in the ground
A vampire or a victim
It depend's on who's around
You used to stay in to watch the adverts
You could lip synch to the talk shows
And if you look, you look through me
And when you talk, you talk at me
And when I touch you, you don't feel a thing
If I could stay...
Then the night would give you up
Stay...and the day would keep its trust
Stay...and the night would be enough
Faraway, so close
Up with the static and the radio
With satelite television
You can go anywhere
Miami, New Orleans
London, Belfast and Berlin
And if you listen I can't call
And if you jump, you just might fall
And if you shout, I'll only hear you
If I could stay...
Then the night would give you up
Stay...then the day would keep its trust
Stay...with the demons you drowned
Stay...with the spirit I found
Stay...and the night would be enough
Three o'clock in the morning
It's quiet and there's no one around
Just the bang and the clatter
As an angel runs to ground
Just the bang
And the clatter
As an angel
Hits the ground
(Stay, U2)
Kamis, 17 November 2016
Memory that never forgotten
Pernahkah kalian
bertemu dengan seseorang yang memanggil kita, namun setelah didekati ternyata
kita bukan orang yang dia maksud (cari). Orang itu kemudian berkata “eh, maaf…saya
kira temen saya. Habisnya mirip!”atau saat kita berjalan di keramaian ada orang
yang mengatakan “wajahmu mirip banget dengan wajah temenku deh” blablabla…dst
Ini bukan
mau bercerita (bahwa) mungkin kita termasuk wajah “pasaran” tetapi tentang “benarkah
kita punya kembaran di kehidupan nyata ini?” atau memang reinkarnasi itu nyata?
Dulu sewaktu
TK di bilangan Jakarta Timur, saya punya teman perempuan yang panggilannya “Iin”.
Perawakannya kecil, tomboy dan ngegemesin. Seingat saya ia punya andeng-andeng
(tahi lalat).inbgat ya, tahi lalat bukan tahi kebo…Saya sering menggodanya
sampe kemudian kami “berantem” (tentunya ala anak-anak). Dasar anak-anak,
kedekatan kami oleh teman-teman lain seusia kami dibilang “pacaran” what the
hell….
Kemudian saat
TK B, Iin pindah mengikuti orang tuanya. Waktu pun berlalu. Saya pindah ke
Kalimantan, dan kemudian memutuskan untuk sekolah di Jogjakarta. Saat kuliah di
Fakultas Filsafat UGM, pada waktu Opspek tingkat universitas (di UGM ada opspek
universitas dan opspek fakultas) saya bertemu dengan seorang perempuan yang sepertinya
saya ingat betul waktu kecil. Sempet deg-degan ketika bertemu dengannya. "apa ini Iin?" Raut
wajahnya masih saya ingat betul. Terutama andeng-andeng kecil di pipinya. Pada hari
terakhir opspek universitas kami dipertemukan dalam satu kelompok. Penasaran saya
ajak ngobrol, dan kemudian ia memperkenalkan diri “iin, katanya”… Mak jegigig “benarkah
ini Iin yang saya kenal waktu TK? Dia juga sempat berkata kalau saya mirip
sekali dengan temannya. Tapi nama yang dia sebutkan bukan nama saya. Sayangnya saya tidak sempat menggali keterangan lebih lanjut makna dari perkataan itu. Perbincangan
kami berakhir di hari terakhir Opspek itu. Dan sampai saat ini, saya tidak
pernah bertemu lagi dengan perempuan bernama “Iin” itu.
Saat menempuh
kuliah di filsafat, pertanyaan-pertanyaan tentang apa itu realitas?, apakah
yang saya alami itu nyata?, mengapa saya hadir di dunia? Dan sebagainya menjadi pertanyaan besar saya hingga kini.
Yang jelas saya selalu tertarik untuk mencari tahu benarkah kita sebenarnya
punya “saudara kembar”, jangan-jangan teman kita saat ini sebenarnya
merupakan teman dimasa lalu yang terlupakan?, atau jangan-jangan reinkarnasi
benar-benar ada?. Mungkinkah kalian salah satunya??
Selasa, 15 November 2016
Memahami Pieces of Me-nya Mashita
Pieces of me, sebuah blog dari mashita fandia membuat saya teringat 8 tahun lalu, ketika sedang boomingnya blog dan saya menjadi salah satu orang yang senang menulis ataupun membaca blog orang (waktu itu). Dari kumpulan tulisan mashita yang dipublikasikan di blognya, saya rasa benar-benar mencerminkan filosofi dari "pieces of me" seorang mashita fandia. Tulisannya yang saya baca banyak bercerita tentang kegundahan (wadouwww)seorang perempuan yang (mungkin) tentang dirinya.Tulisannya cukup panjang dengan bentuk cerita membuat pembacanya seperti menerjemahkan tulisan pujangga. Saya juga kagum dengan kebiasaannya menulis panjang dalam bahasa inggris. Saya jadi bertanya, berapa skor toefl nya Mashita saat diterima di KBM ya?? pasti termasuk peraih nilai tertinggi di angkatannya..hehehe
Membaca beberapa postingan di blognya, menurut mashita begitu jujur, seperti curhat, dan cukup menghibur. saya rasa ia puny abakat dalam bidang tulis menulis. semakin banyak membaca postingan di blog-nya, saya juga semakin penasaran dengan sosok mashita. ...betewe terus berkarya mashita.
Membaca beberapa postingan di blognya, menurut mashita begitu jujur, seperti curhat, dan cukup menghibur. saya rasa ia puny abakat dalam bidang tulis menulis. semakin banyak membaca postingan di blog-nya, saya juga semakin penasaran dengan sosok mashita. ...betewe terus berkarya mashita.
Senin, 14 November 2016
super team
Plok...plok...plok
Selamat ya untuk pementasannya
Itu yang disampaikan warga Perumahan Jatimulyo Baru setelah saya
dan beberapa warga “sukses” mementaskan sandiwara ande-ande lumut pada 10 November
lalu.
Sebetulnya pementasan ini biasa saja, yang menjadi luar
biasa karena pementasan sandiwara ini merupakan kolaborasi dengan seniman
kondang Didik Nini Thowok. Kehadiran mas Didik menyelamatkan “muka” kami dihadapan
warga. Maklum saja, kami tampil sekitar jam 21.30 saat orang-orang sebenarnya
sudahmulai mengantuk dan memilih tidur nyaman diatas kasur. Dan ketika selesai
pementasan mas Didik berkata, “selamat ya untuk semuanya.... pementasan
tadi sukses menghibur warga yang hadir”
Apa arti yang disampaikan mas Didik?
Ya, sebuah kesuksesan bukanlah jerih payah satu orang
melainkan jerih payah dan kerja keras banyak orang yang terlibat. There is no superstar, it’s all super Team. Yup tak ada
yang namanya superstar, karena keberhasilan kerja (sama) semua tergnatung pada
super team. Mungkin masih ada orang yang merasa bahwa kesuksesannya adalah semata
jeirh payahnya sendiri. Padahal jika direnungkan lebih jauh, kesuksesan kita
adalah berkat adanya orang lain. Bayangkan semua proses yang kita alami sejak
kecil hingga dewasa saat ini. Ketika bisa lulus sekolah/ kuliah, sebenarnya
karena kita telah dikondisikan (didisiplinkan) untuk selalu belajar dari guru /
dosen yang mengajari kita, hingga kemudian pengetahuan yang kita peroleh tersebut
kita transfer ulang dalam ujian, sampai akhirnya kita dinyatakan lulus dengan
nilai yang memuaskan. Begitu juga saat saya dan warga Perumahan Jatimulyo Baru “sukses”
mementaskan sandiwara Ande-Ande Lumut. Kami
bisa sukses berakting karena bantuan dari mas Didik dan juga teman-temannya
(mas Erwin, mas Ari, mbak Rini) yang melatih kami.
Buat saya pementasan Ande-Ande Lumut cukup menyita energi. Latihan hanya seminggu, dan memerankan tokoh perempuan Klething Abang. Tak pernah terbayangkan sebelumnya memerankan tokoh lintas gender. Tapi dari situ saya jadi tahu bagaimana sulitnya mas Didik bisa memerankan tokoh dengan dua kepribadian dalam tariannya. Pokoknya salut buat mas Didik Nini Thowok.
Ilmu jangan disimpan, namun dibagikan agar bisa berkembang. Kini
setelah pementasan Ande-Ande Lumut, saya dan para pemuda di RW 06 Perumahan Jatimulyo
Baru memiliki rencana yang akan menjadi PR. Yakni menghidupkan kesenian
tradisi, semacam geguritan dan mocopat di kalangan warga RW 06. Beruntung warga RW 06 sepakat untuk merealiasasikan, dan akan bahu membahu (ceileee...) dan mas Didik juga menyatakn bersedia membantu untuk mencarikan pemateri yang
kami butuhkan. Semoga niat baik selalu dipermudah dan menghasilkan sesuatu yang
baik juga. Amien.
**Tunggu saja gebrakan warga RW 06 Perumahan Jatimulyo Baru berikutnya...Salam !!
Jumat, 11 November 2016
Media War
Tadi
malam saya dan sejumlah teman jurnalis berkumpul. Suasananya santai tapi
membicarakan masalah serius. Kami segera meluncurkan media on line. Puji Tuhan,
alhamdulilah telah hadir media online kami : tiras.co.
Visi media ini cukukup idealis, mengabarkan kabar baik tentang ke-binekaan tunggal ika-an warga dunia. Ide ini berawal semakin terong-rongnya semangat pluralisme di Indonesia. hmmm...saya jadi teringat mata kuliah poskolonial, yakni ketika kita hendak menyatakan pluralitas disaat yang sama sekat-sekat semakin dipertebal dan akan membuat komunikasi menjadi sangat terbatas. Hal ini membuat pesimis masa depan pluralisme di Indonesia. kira-kira bisakah media on line kami akan bertahan dalam persaingan media yang semakin berat??
Visi media ini cukukup idealis, mengabarkan kabar baik tentang ke-binekaan tunggal ika-an warga dunia. Ide ini berawal semakin terong-rongnya semangat pluralisme di Indonesia. hmmm...saya jadi teringat mata kuliah poskolonial, yakni ketika kita hendak menyatakan pluralitas disaat yang sama sekat-sekat semakin dipertebal dan akan membuat komunikasi menjadi sangat terbatas. Hal ini membuat pesimis masa depan pluralisme di Indonesia. kira-kira bisakah media on line kami akan bertahan dalam persaingan media yang semakin berat??
Bisa jadi pesimisme ini
muncul setelah mendengar kabar Donald Trump memenangkan pemilihan presiden AS.
Trump bagi saya sangat extreme primordial. Ia ingin membuat tembok
yang menjadi pembatas antara AS dengan negara lain yang disebut Trump sebagai
sumber imigran gelap. Belum lagi islamphobia yang sering didengung-dengungkan
oleh Trump. Kira-kira bagaimana masa depan AS dibawah kepemimpinan Donald
Trump?? wallahualam..
Saya bukan anti-Trump. Tapi menarik untuk melihat kemenangan Trump dan kira-kira apa dampaknya di masyarakat yang semakin tak bersekat ini. Trump boleh saja melupakan latar belakang keluarganya yang multi etnis (ayah, ibu, nenek, dan kakeknya), namun nampaknya perbedaan itu disatukan oleh semangat kapitalisme. Kakek Trump dikenal sebagai pengusaha real estate yang kemudian diteruskan oleh Trump Organization. Ada spekulasi bahwa kemenangan Trump karena model kampanyenya yang menebar pesimisme terhadap globalisasi, karena justru merugikan AS. Kita tahu belakangan ini resesi ekonomi juga melanda AS, yang mengakibatkan kelas pekekerja kehilangan pekerjaan, terutama di sektor manufaktur yang dialihdayakan ke luar AS. Kemenangan Trump merupakan simbol kemarahan rakyat AS (khususnya kelas pekerja) terhadap elite politik di Washington DC yang dinilai tidak peka terhadap kesulitan ekonomi yang mereka hadapi. Sosok Trump yang berlatar belakang pebisnis dan bisa dengan mudah memasuki dunia politik, dinilai sebagai wajah baru yang berbeda dengan politisi di Washington. Slogan kampanye Trump " Make US Great Again" ingin mengembalikan "kebesaran AS" sebagai negara kapitalis besar yang bisa mengontrol dunia. Bandingkan dengan Hillary Clinton yang lebih menekankan kerjasama untuk memperbaiki citra AS yang 'buruk" dinegara-negara lain saat AS dipimpin George Walker Bush Jr. Ibaratnya buat apa ngurusin rumah tangga orang kalau rumah tangga sendiri aja malah berantakan, begitu kira-kira pragmatisme pemilih dalam pemilu AS saat ini.
Saya bukan anti-Trump. Tapi menarik untuk melihat kemenangan Trump dan kira-kira apa dampaknya di masyarakat yang semakin tak bersekat ini. Trump boleh saja melupakan latar belakang keluarganya yang multi etnis (ayah, ibu, nenek, dan kakeknya), namun nampaknya perbedaan itu disatukan oleh semangat kapitalisme. Kakek Trump dikenal sebagai pengusaha real estate yang kemudian diteruskan oleh Trump Organization. Ada spekulasi bahwa kemenangan Trump karena model kampanyenya yang menebar pesimisme terhadap globalisasi, karena justru merugikan AS. Kita tahu belakangan ini resesi ekonomi juga melanda AS, yang mengakibatkan kelas pekekerja kehilangan pekerjaan, terutama di sektor manufaktur yang dialihdayakan ke luar AS. Kemenangan Trump merupakan simbol kemarahan rakyat AS (khususnya kelas pekerja) terhadap elite politik di Washington DC yang dinilai tidak peka terhadap kesulitan ekonomi yang mereka hadapi. Sosok Trump yang berlatar belakang pebisnis dan bisa dengan mudah memasuki dunia politik, dinilai sebagai wajah baru yang berbeda dengan politisi di Washington. Slogan kampanye Trump " Make US Great Again" ingin mengembalikan "kebesaran AS" sebagai negara kapitalis besar yang bisa mengontrol dunia. Bandingkan dengan Hillary Clinton yang lebih menekankan kerjasama untuk memperbaiki citra AS yang 'buruk" dinegara-negara lain saat AS dipimpin George Walker Bush Jr. Ibaratnya buat apa ngurusin rumah tangga orang kalau rumah tangga sendiri aja malah berantakan, begitu kira-kira pragmatisme pemilih dalam pemilu AS saat ini.
Ini berarti akan semakin menguatnya gejala primordial,
individualisme ala kapitalisme AS. Ah, nampaknya Trump benar-benar tokoh
republik yang konservatif. Trump lupa bahwa AS memang sebenarnya sudah bukan
lagi negara adidaya. Itu hanya citra usang yang masih saja digambarkan
melalui film-film Holywood. Trump seakan ingin menutup mata terhadap kekuatan
Tiongkok, Korea, dan India yang diprediksi akan menggusur pamor AS. JIka
demikian kira-kira apa yang akan dilakukan Trump dengan janji-janji kampanyenya
membuat AS kembali berjaya? jangan lupa, Trump juga merupakan pemilik
media , ia juga merupakan ahli komunikasi dan seorang entertain, ia bisa
menebar teror sekaligus meninabobokan kita. Semoga kita segera bangun dari
mimpi kita dan mengucapakan : you're welcome, "media war"
Selasa, 08 November 2016
Orang tuaku, Idolaku
Ngomong-ngomong tentang idol atawa idola setiap orang pasti punya idola masing-masing.
Begitu juga dengan saya, antara arti kata idola dan sosok idola dalam hidup saya,
sebenarnya berubah-ubah. Sewaktu kecil idola saya adalah New Kids On The Block.
Kemudian saat remaja saya mulai tertarik pada Johny Depp dan Brad Pitt. Saya
mengidolakan Johny dan Brad justru sebelum mereka tenar seperti sekarang. Saya
suka dengan bang Johny saat ia berperan sebagai polisi remaja dalam serial 21 Jump
Street. Sementara saya mengidolakan mas Brad saat melihatnya di film
Thelma & Louise. Gara-gara mereka saya jadi mengenal konsep "mimikri" Hommi K Bhaba. Namun semakin saya mencoba identik dengan idola saya itu, semakin saya tidak mungkin menyamainya. Sampai saat ini banyangan mengenai idola-idola saya itu masih bertahan di memori
saya, namun hanya sebagai nostalgia kenangan
masa lalu. Kemudian seiring bertambahnya usia , saya masih melakukan pencarian siapa idola saya sesungguhnya.
Hingga sampe pada suatu titik saya berkata, idola saya sebenarnya adalah
orangtua saya sendiri.
Yup, ortu.
Kenapa ortu?
Jawabannya simpel namun ternyata butuh perenungan yang lama.
Mulai dari anak-anak sampe usia segini imutnya (hahaha) orang tua adalah sosok
yang menjadi panutan saya, yang secara tidak sadar membentuk diri saya seperti
sekarang.
Saya dibesarkan oleh bapak yang disiplin militer namun
demokratis, berpadu dengan ibu yang keras namun nyeni. Sejak kecil saya hidup
berpindah-pindah mengikuti penugasan dari tempat kerja bapak. Dari SD saya sudah terbiasa hidup jauh
dari keluarga, khususnya dengan kakak-kakak saya. SMP saya sudah nge-kost di
Jogja hingga saat sekarang saya memilih tinggal di kota (konon) berbudaya ini. Ketika
menjalani hidup di perantauan ini yang selalu saya ingat adalah pesan orang tua
saya. Saat mengalami sakit, sedih, gembira, hingga lupa daratan yang membuat
saya tegar karena rasa cinta dan sayang saya pada kedua orang tua saya. Meski
secara fisik kedua ortu tidak ada didekat saya tapi saya selalu merasa mereka
dekat dan selalu memotivasi saya. Hal itulah memberi kekuatan pada saya untuk
terus mencoba dan berbuat sesuatu, paling tidak untuk melakukan hal-hal yang baik untuk saya sendiri. Sampe saat ini pun
saya masih terus berupaya menjadi
manusia yang lebih baik lagi, karena orang tua saya yang menjadi idola saya. Bahkan meski sekarang bapak saya sudah gak ada, saya selalu
merasa ia ada didekat saya, bersama ibu saya mendampingi saya.
Ya, kedua orang tua
saya, memang idola saya yang sejati.
Thank’s God for parents YOU give
Jumat, 04 November 2016
tunggu
Mungkin ini postingan tercepat saya di BBKU. Bukan tanpa alasan, nanti malam saya akan pentas tetater dengan Didik Nini Thowok. Dan saya sebagai pemain amatir haru persiapan dulu. Ini hanya sebuah pementasan kecil, dan untuk senang-senang aja. Jadi sambil menunggu waktu pementasan nanti malam, saya pikir-pikir mending sekarang mem-posting duluan, biar bisa fokus untuk ngerjakan yang lain.
Mari menunggu waktu.....
Mari menunggu waktu.....
Tanggung Jawab
Hari ini bisa jadi hari yang cukup mencekam bagi warga Jakarta. Ribuan orang datang dari berbagai daerah, dengan memakai simbol-simbol agama melakukan demo. Tujuannya satu, usut tuntas dugaan penistaan agama. demo yang semula berjalan tertib, berujung kericuhan. Sasarannya sebuah minimarket. bisa jadi massa demo ini sebenarnya lapar, capek, dan kesal karena ternyata "janji manis" provokator yang mengajak mereka berdemo tak juga kesampaian. Dalang provokator juga menghilang entah kemana. Tak ada tanggung jawab.
Ditempat yang berbeda, Jogjakarta, rasa mencekam juga menghantui saya. Sampai tengah malam mata ini masih terjaga. Masih "bersiaga" di kantor, lantaran sang penjaga malam belum juga menunjukkan batang hidungnya. Sementara tim liputan dari Solo masih dalam perjalanan pulang. Alhasil saya sebagai "penjaga kandang" malam ini. sendirian hanya ditemani lagu-lagu slow rock. Niat segera pulang, bobo manis, dan mimpi indah nampaknya harus di tunda dulu malam ini. menunggu tim liputan dari Solo datang. Wahai kawan segeralah datang, aku tak bisa pulang jika belum ku tuntaskan tanggung jawab ini.
Ditempat yang berbeda, Jogjakarta, rasa mencekam juga menghantui saya. Sampai tengah malam mata ini masih terjaga. Masih "bersiaga" di kantor, lantaran sang penjaga malam belum juga menunjukkan batang hidungnya. Sementara tim liputan dari Solo masih dalam perjalanan pulang. Alhasil saya sebagai "penjaga kandang" malam ini. sendirian hanya ditemani lagu-lagu slow rock. Niat segera pulang, bobo manis, dan mimpi indah nampaknya harus di tunda dulu malam ini. menunggu tim liputan dari Solo datang. Wahai kawan segeralah datang, aku tak bisa pulang jika belum ku tuntaskan tanggung jawab ini.
Langganan:
Postingan (Atom)