Rabu, 30 November 2016

naik haji

 Disuatu sore yang penat

Dosen : Apakah Bordieu ada punya teori tentang naik haji?
mahasiswa : ??

Selasa, 29 November 2016

circus



I was walking on a wire 
Looking down, there was no net 
Too late to cover up my tracks 
Damn the fool who begs for more 

I'm learning how to fall 
Learning how to take a hit 
I had to walk before I crawled 
It was winner take it all 

Minggu, 27 November 2016

miko


today is the day before you become our family
it's one year ago
scary and shame you are
but now adorable
naughty pose that make we laughs💜

Sabtu, 26 November 2016

Bertemu Socrates








Tik tok tik tok (bunyi detik jam menuju 21.30 wib)
Kembali ke rutinitas yang harus aku jalani.

Di sabtu sore yang mendung, tiba-tiba muncul hasrat menikmati secangkir kopi pahit. Pilihan jatuh ke sebuah kedai kopi kecil di kawasan tugu. Ide tentang kopi sejatinya muncul saat berkunjung ke Klinik Kopi, yang waktu itu masih menempati sebuah pekarangan milik salah satu kampus tertua di Jogjakarta. Sekitar 6 tahun lalu. Sejak saat itu aku menjadi tahu bagaimana menikmati kopi. Maklum sebelumnya, saya seorang yang anti-kopi. Dari situ menikmati kopi tanpa gula, krimer, apalagi susu menjadi “gaya” saya menikmati bubuk hitam nan pahit ini.
Saat itu gerimis mulai turun, aku memilih duduk di sudut depan kedai yang sepi sembari mengamati kesibukan manusia. Ini sudut terbaik menikmati sore yang akan berlalu, pikirku. Dari kejauhan aku melihat seorang laki-laki tua berjalan sedikit membungkuk, dengan membawa satu karung plasik yang ia pikul di pundaknya.
“Ah, pengemis...batinku”. orang-orang yang  berada disekitarnya tampak sinis terhadap orang tua ini.
“Mungkin karena ia terlihat dekil, atau mungkin bau ?”gumamku dalam hati. Tatapan mataku terus memandang laki-laki tua itu.
Sampai pada laki-laki tua itu seperti merasakan ada yang mengawasinya. Ia melihatku.
Kami pun saling bertatapan.
Gerimis membuat rambut panjang laki-laki tua itu basah, begitu juga dengan bajunya.
Ia pun berjalan mendekat. Ia menyapaku dengan sopan.
“Sugeng sonten, den. Menawi gadhah artos kula nuwun".
Hemm, rasa iba memenuhi hatiku. Ku rogoh saku celana, dan ku berikan uang bergambar seorang pahlawan dari tanah jogjakarta. Sambil ku berikan uang, aku pun bertanya, “jenengan dalemipun pundi ?”
 “kulo namug mburi pasar kranggan den.”, kata laki-laki tua itu.
Perasaan tidak enak kembali menyergap hati. Waduh bapak ini manggil den, seperti aku ini seorang bangsawan aja. Buru-buru aku menjawab, “nuwun sewu, ampun nimbali kula den, pak. Kula namung rakyat jelata”. maksud hati  ingin berbasa-basi, rupanya bapak ini malah ngajak omong bahasa jawa halus yang aku sendiri hanya bisa mengucapkan beberapa hal saja. Takut salah akhirnya aku bertanya,.
“ maaf bahasa jawa saya tidak terlalau baik pak. Apakah kalau saya memakai bahasa campur (indonesia jawa) bapak mengerti?”, tanyaku. Bapak itu tersenyum, dan berkata sudah biasa kula mas. Kami pun tertawa bersama.
aku ajak ia duduk. Ia pun memperkenalkan diri, Tugiran katanya. Nama itu menurutnya, akronim dari setu legi babaran (lahir sabtu legi). Nama itu diberikan oleh orang tuanya untuk memudahkan mengingat nama anak dengan pasaran dalam penanggalan jawa. Pak Tugiran bercerita tentang keluarganya. Ia memiliki 5 anak, namun anak keduanya meninggal saat kecil. Istrinya Jariyah telah meninggal 5 tahun lalu. Pak Tugiran mengaku rindu pada anak-anaknya yang kini hidup terpisah darinya, namun ia tidak ingin merepotkan anak-anaknya. Karena itu ia memilih tetap bekerja diusia tuanya kini. Sebagai buruh di pasar kranggan, dengan usia yang telah mencapai 70 tahun, pastilah ia kalah bersaing dengan buruh pasar yang usianya lebih muda dan perkasa. Dan bila tak mendapat uang, Pak Tugiran kadang mengiba pada orang yang dijumpainya.
Ngobrol ngalor ngidul dengan Pak Tugiran membuat aku menyelami sejarah kehidupan orang Jawa yang nrimo dengan keadaan. Sikap tersebut seringkali dieksploitasi oleh manusia moderen untuk memperalat orang-orang seperti Pak Tugiran. Pak Tugiran termasuk orang yang kritis, ia banyak bertanya tentang hal-hal yang substansial seperti mengapa kita ada? Untuk apa kita hidup didunia?apakah uang memang bisa membeli semua kebutuhan kita?dsb. Namun dengan usianya yang sekarang, Pak Tugiran mengaku pasrah dengan jalan hidupnya, dan hanya berserah pada Sang Pencipta hidupnya. Ketika aku bertanya apakah ia bahagia, Pak Tugiran menjawab, “saya bahagia pernah hadir di kehidupan ini”.
Bertemu dengan Pak Tugiran, aku seperti mengingat kembali ajaran Socrates, tokoh yang memperkenalkan filsafat pada dunia. Pertanyaan kritisnya tentang mengapa manusia sibuk menghamba pada konstruksi-konstruksi pemikiran masih saja relevan dengan masa moderen. Pergulatan mencari makna, memang seringkali membawa kita pada sisi kelam modernitas.
Tak terasa waktu sudah mendekati pukul 21.30. hujan sudah reda, dan orang –orang mulai disibukkan kembali untuk mengejar mimpi- mimpinya. Pak Tugiran pun pamit, dan aku melepasnya diantara hiruk pikuk kawasan tugu.

Senin, 21 November 2016

Super "Mad" Power


Selama seperempat abad hidupku, aku merasa hanya sebagai manusia biasa, bahkan tak pernah tau jika sebenarnya aku punya kekuatan super, Sampai aku bertemu dengan Mimin penjaga blog KBM UGM. Sejak saat itu semua berubah. Dari situ aku tau jika aku punya kekuatan super. Gak percaya?? ini ceritanya...semoga menginspirasi kalian semua.

Kemarin usai pulang kuliah, aku terjebak kemacetan panjang di siang yang menyengat.
Ternyata ada razia. Mau balik ato muter gak bisa. Pelan-pelan aku maju ngikuti arus.
Orang2 pada melihatiku. Sorot mata mereka macam-macam maknanya.
Ada yg kasihan, sinis, dll.
Aku sadar. Hanya aku yang gak pake helem.
Surat yang kubawa juga cuma KTP, ATM dengan saldo enol, dan uang 5 ribu.
Antreannya panjang. Sungguh menyiksa.
Sampe di depan, sorot mata pak polisi seperti keheranan melihatku, sambil berkata pelan : "Ngapain di sini?
Aku jawab "Bapak kenal saya?" kataku.
"Sudah sana. Lanjut" katanya.
Wah lega hatiku. Ga di-apa2 kan.
Aneh juga dalam hati kenapa aku sendiri yang nggak dirazia??. padahal yang lain harus ikut antrean  panjang. 
Sambil meng-ingat siapa polisi tadi,
Akhirnya kukayuh pelan-pelan  sepedaku.

TAMAT

Minggu, 20 November 2016

stay


jreng..jreng...jreng

Green light, Seven Eleven 
You stop in for a pack of cigarettes 
You don't smoke, don't even want to 
Hey now, check your change 
Dressed up like a car crash 
Your wheels are turning but you're upside down 
You say when he hits you, you don't mind 
Because when he hurts you, you feel alive 
Hey babe, is that what it is 

Red lights, gray morning 
You stumble out of a hole in the ground 
A vampire or a victim 
It depend's on who's around 
You used to stay in to watch the adverts 
You could lip synch to the talk shows 

And if you look, you look through me 
And when you talk, you talk at me 
And when I touch you, you don't feel a thing 

If I could stay... 
Then the night would give you up 
Stay...and the day would keep its trust 
Stay...and the night would be enough 

Faraway, so close 
Up with the static and the radio 
With satelite television 
You can go anywhere 
Miami, New Orleans 
London, Belfast and Berlin 

And if you listen I can't call 
And if you jump, you just might fall 
And if you shout, I'll only hear you 

If I could stay... 
Then the night would give you up 
Stay...then the day would keep its trust 
Stay...with the demons you drowned 
Stay...with the spirit I found 
Stay...and the night would be enough 

Three o'clock in the morning 
It's quiet and there's no one around 
Just the bang and the clatter 
As an angel runs to ground 

Just the bang 
And the clatter 
As an angel 
Hits the ground

(Stay, U2)

Kamis, 17 November 2016

Memory that never forgotten

Pernahkah kalian bertemu dengan seseorang yang memanggil kita, namun setelah didekati ternyata kita bukan orang yang dia maksud (cari). Orang itu kemudian berkata “eh, maaf…saya kira temen saya. Habisnya mirip!”atau saat kita berjalan di keramaian ada orang yang mengatakan “wajahmu mirip banget dengan wajah temenku deh” blablabla…dst

Ini bukan mau bercerita (bahwa) mungkin kita termasuk wajah “pasaran” tetapi tentang “benarkah kita punya kembaran di kehidupan nyata ini?” atau memang reinkarnasi itu nyata?

Dulu sewaktu TK di bilangan Jakarta Timur, saya punya teman perempuan yang panggilannya “Iin”. Perawakannya kecil, tomboy dan ngegemesin. Seingat saya ia punya andeng-andeng (tahi lalat).inbgat ya, tahi lalat bukan tahi kebo…Saya sering menggodanya sampe kemudian kami “berantem” (tentunya ala anak-anak). Dasar anak-anak, kedekatan kami oleh teman-teman lain seusia kami dibilang “pacaran” what the hell….
Kemudian saat TK B, Iin pindah mengikuti orang tuanya. Waktu pun berlalu. Saya pindah ke Kalimantan, dan kemudian memutuskan untuk sekolah di Jogjakarta. Saat kuliah di Fakultas Filsafat UGM, pada waktu Opspek tingkat universitas (di UGM ada opspek universitas dan opspek fakultas) saya bertemu dengan seorang perempuan yang sepertinya saya ingat betul waktu kecil. Sempet deg-degan ketika bertemu dengannya. "apa ini Iin?" Raut wajahnya masih saya ingat betul. Terutama andeng-andeng kecil di pipinya. Pada hari terakhir opspek universitas kami dipertemukan dalam satu kelompok. Penasaran saya ajak ngobrol, dan kemudian ia memperkenalkan diri “iin, katanya”… Mak jegigig “benarkah ini Iin yang saya kenal waktu TK? Dia juga sempat berkata kalau saya mirip sekali dengan temannya. Tapi nama yang dia sebutkan bukan nama saya. Sayangnya saya tidak sempat menggali keterangan lebih lanjut makna dari perkataan itu. Perbincangan kami berakhir di hari terakhir Opspek itu. Dan sampai saat ini, saya tidak pernah bertemu lagi dengan perempuan bernama “Iin” itu.
Saat menempuh kuliah di filsafat, pertanyaan-pertanyaan tentang apa itu realitas?, apakah yang saya alami itu nyata?, mengapa saya hadir di dunia? Dan sebagainya menjadi pertanyaan besar saya hingga kini. Yang jelas saya selalu tertarik untuk mencari tahu benarkah kita sebenarnya punya “saudara kembar”, jangan-jangan teman kita saat ini sebenarnya merupakan teman dimasa lalu yang terlupakan?, atau jangan-jangan reinkarnasi benar-benar ada?. Mungkinkah kalian salah satunya??



Selasa, 15 November 2016

Memahami Pieces of Me-nya Mashita

Pieces of me, sebuah blog dari mashita fandia membuat saya teringat 8 tahun lalu, ketika sedang boomingnya blog dan saya menjadi salah satu orang yang senang menulis ataupun membaca blog orang (waktu itu). Dari kumpulan tulisan mashita yang dipublikasikan di blognya, saya rasa benar-benar mencerminkan filosofi dari "pieces of  me" seorang mashita fandia. Tulisannya yang saya baca banyak bercerita tentang kegundahan (wadouwww)seorang perempuan yang (mungkin) tentang dirinya.Tulisannya cukup panjang dengan bentuk cerita  membuat pembacanya seperti menerjemahkan tulisan pujangga. Saya juga kagum dengan kebiasaannya menulis panjang dalam bahasa inggris. Saya jadi bertanya, berapa skor toefl nya Mashita saat diterima di KBM ya?? pasti termasuk peraih nilai tertinggi di angkatannya..hehehe
Membaca beberapa postingan di blognya, menurut mashita begitu jujur, seperti curhat, dan cukup menghibur. saya rasa ia puny abakat dalam bidang tulis menulis. semakin banyak membaca postingan di blog-nya, saya juga semakin penasaran dengan sosok mashita. ...betewe terus berkarya mashita.

Senin, 14 November 2016

super team


Plok...plok...plok
Selamat ya untuk pementasannya

Itu yang disampaikan warga Perumahan Jatimulyo Baru setelah saya dan beberapa warga “sukses” mementaskan sandiwara ande-ande lumut pada 10 November lalu.
Sebetulnya pementasan ini biasa saja, yang menjadi luar biasa karena pementasan sandiwara ini merupakan kolaborasi dengan seniman kondang Didik Nini Thowok. Kehadiran mas Didik menyelamatkan “muka” kami dihadapan warga. Maklum saja, kami tampil sekitar jam 21.30 saat orang-orang sebenarnya sudahmulai mengantuk dan memilih tidur nyaman diatas kasur. Dan ketika selesai pementasan mas Didik   berkata, “selamat ya untuk semuanya.... pementasan tadi sukses menghibur warga yang hadir”
Apa arti yang disampaikan mas Didik?
Ya, sebuah kesuksesan bukanlah jerih payah satu orang melainkan jerih payah dan kerja keras banyak orang yang terlibat. There is no  superstar, it’s all super Team. Yup tak ada yang namanya superstar, karena keberhasilan kerja (sama) semua tergnatung pada super team. Mungkin masih ada orang yang merasa bahwa kesuksesannya adalah semata jeirh payahnya sendiri. Padahal jika direnungkan lebih jauh, kesuksesan kita adalah berkat adanya orang lain. Bayangkan semua proses yang kita alami sejak kecil hingga dewasa saat ini. Ketika bisa lulus sekolah/ kuliah, sebenarnya karena kita telah dikondisikan (didisiplinkan) untuk selalu belajar dari guru / dosen yang mengajari kita, hingga kemudian pengetahuan yang kita peroleh tersebut kita transfer ulang dalam ujian, sampai akhirnya kita dinyatakan lulus dengan nilai yang memuaskan. Begitu juga saat saya dan warga Perumahan Jatimulyo Baru “sukses” mementaskan sandiwara  Ande-Ande Lumut. Kami bisa sukses berakting karena bantuan dari mas Didik dan juga teman-temannya (mas Erwin, mas Ari, mbak Rini) yang melatih kami. 
Buat saya pementasan Ande-Ande Lumut cukup menyita energi. Latihan hanya seminggu, dan memerankan tokoh perempuan Klething Abang. Tak pernah terbayangkan sebelumnya memerankan tokoh lintas gender. Tapi dari situ saya jadi tahu bagaimana sulitnya mas Didik bisa memerankan tokoh dengan dua kepribadian dalam tariannya. Pokoknya salut buat mas Didik Nini Thowok. 
Ilmu jangan disimpan, namun dibagikan agar bisa berkembang. Kini setelah pementasan Ande-Ande Lumut, saya dan para pemuda di RW 06 Perumahan Jatimulyo Baru memiliki rencana yang akan menjadi PR. Yakni menghidupkan kesenian tradisi, semacam geguritan dan mocopat di kalangan warga RW 06. Beruntung warga RW 06 sepakat untuk merealiasasikan, dan akan bahu membahu (ceileee...) dan mas Didik juga menyatakn bersedia membantu untuk mencarikan pemateri yang kami butuhkan. Semoga niat baik selalu dipermudah dan menghasilkan sesuatu yang baik juga. Amien.
**Tunggu saja gebrakan warga RW 06 Perumahan Jatimulyo Baru berikutnya...Salam !! 


Jumat, 11 November 2016

Media War

Tadi malam saya dan sejumlah teman jurnalis berkumpul. Suasananya santai tapi membicarakan masalah serius. Kami segera meluncurkan media on line. Puji Tuhan, alhamdulilah telah hadir media online kami : tiras.co.
Visi media ini cukukup idealis, mengabarkan kabar baik tentang ke-binekaan tunggal ika-an warga dunia. Ide ini berawal semakin terong-rongnya semangat pluralisme di Indonesia. hmmm...saya jadi teringat mata kuliah poskolonial, yakni ketika kita hendak menyatakan pluralitas disaat yang sama sekat-sekat semakin dipertebal dan akan membuat komunikasi menjadi sangat terbatas. Hal ini membuat pesimis  masa depan pluralisme di Indonesia. kira-kira bisakah media on line kami akan bertahan dalam persaingan media yang semakin berat?? 
Bisa jadi pesimisme ini muncul setelah mendengar kabar Donald Trump memenangkan pemilihan presiden AS. Trump bagi saya sangat extreme primordial. Ia ingin membuat tembok yang menjadi pembatas antara AS dengan negara lain yang disebut Trump sebagai sumber imigran gelap. Belum lagi islamphobia yang sering didengung-dengungkan oleh Trump. Kira-kira bagaimana masa depan AS dibawah kepemimpinan Donald Trump?? wallahualam.. 
Saya bukan anti-Trump. Tapi menarik untuk melihat kemenangan Trump dan kira-kira apa dampaknya di masyarakat yang semakin tak bersekat ini. Trump boleh saja melupakan latar belakang keluarganya yang multi etnis (ayah, ibu, nenek, dan kakeknya), namun nampaknya perbedaan itu disatukan oleh semangat kapitalisme. Kakek Trump dikenal sebagai pengusaha real estate yang kemudian diteruskan oleh Trump Organization. Ada spekulasi bahwa kemenangan Trump karena model kampanyenya yang menebar pesimisme terhadap globalisasi, karena justru merugikan AS. Kita tahu belakangan ini resesi ekonomi juga melanda AS, yang mengakibatkan  kelas pekekerja kehilangan pekerjaan, terutama di sektor manufaktur yang dialihdayakan ke luar AS. Kemenangan Trump  merupakan simbol kemarahan rakyat AS (khususnya kelas pekerja) terhadap elite politik di Washington DC yang dinilai tidak peka terhadap kesulitan ekonomi yang mereka hadapi. Sosok Trump yang berlatar belakang pebisnis dan bisa dengan mudah memasuki dunia politik, dinilai sebagai  wajah baru yang berbeda dengan politisi di Washington. Slogan kampanye Trump " Make US Great Again" ingin  mengembalikan "kebesaran AS" sebagai negara kapitalis besar yang bisa mengontrol dunia. Bandingkan dengan Hillary Clinton yang lebih menekankan kerjasama untuk memperbaiki citra AS yang 'buruk" dinegara-negara lain saat AS dipimpin George Walker Bush Jr. Ibaratnya buat apa ngurusin rumah tangga orang kalau rumah tangga sendiri aja malah berantakan, begitu kira-kira pragmatisme pemilih dalam pemilu AS saat ini. 

Ini berarti akan semakin menguatnya gejala primordial, individualisme ala kapitalisme AS. Ah, nampaknya Trump benar-benar tokoh republik yang konservatif. Trump lupa bahwa AS memang sebenarnya sudah bukan lagi  negara adidaya. Itu hanya citra usang yang masih saja digambarkan melalui film-film Holywood. Trump seakan ingin menutup mata terhadap kekuatan Tiongkok, Korea, dan India yang diprediksi akan menggusur pamor AS. JIka demikian kira-kira apa yang akan dilakukan Trump dengan janji-janji kampanyenya membuat AS kembali berjaya? jangan lupa, Trump  juga merupakan pemilik media , ia juga merupakan ahli komunikasi dan seorang entertain, ia bisa menebar teror sekaligus meninabobokan kita. Semoga kita segera bangun dari mimpi kita dan mengucapakan : you're welcome, "media war" 

Selasa, 08 November 2016

Orang tuaku, Idolaku



Ngomong-ngomong tentang idol atawa idola setiap orang pasti punya idola masing-masing.
Begitu juga dengan saya, antara arti kata idola dan sosok idola dalam hidup saya, sebenarnya berubah-ubah. Sewaktu kecil idola saya adalah New Kids On The Block. Kemudian saat remaja saya mulai tertarik pada Johny Depp dan Brad Pitt. Saya mengidolakan Johny dan Brad justru sebelum mereka tenar seperti sekarang. Saya suka dengan bang Johny saat ia berperan sebagai polisi remaja dalam serial 21 Jump Street. Sementara saya mengidolakan mas Brad saat melihatnya di film Thelma & Louise. Gara-gara mereka saya jadi mengenal konsep "mimikri" Hommi K Bhaba. Namun semakin saya mencoba identik dengan idola saya itu, semakin saya tidak mungkin menyamainya.  Sampai saat ini banyangan mengenai idola-idola saya itu masih bertahan di memori  saya, namun hanya sebagai nostalgia kenangan masa lalu. Kemudian seiring bertambahnya usia , saya  masih melakukan pencarian siapa idola saya sesungguhnya. Hingga sampe pada suatu titik saya berkata, idola saya sebenarnya adalah orangtua saya sendiri.
Yup, ortu.
Kenapa ortu?
Jawabannya simpel namun ternyata butuh perenungan yang lama. Mulai dari anak-anak sampe usia segini imutnya (hahaha) orang tua adalah sosok yang menjadi panutan saya, yang secara tidak sadar membentuk diri saya seperti sekarang.
Saya dibesarkan oleh bapak yang disiplin militer namun demokratis, berpadu dengan ibu yang keras namun nyeni. Sejak kecil saya hidup berpindah-pindah mengikuti penugasan dari tempat kerja  bapak. Dari SD saya sudah terbiasa hidup jauh dari keluarga, khususnya dengan kakak-kakak saya. SMP saya sudah nge-kost di Jogja hingga saat sekarang saya memilih tinggal di kota (konon) berbudaya ini. Ketika menjalani hidup di perantauan ini yang selalu saya ingat adalah pesan orang tua saya. Saat mengalami sakit, sedih, gembira, hingga lupa daratan yang membuat saya tegar karena rasa cinta dan sayang saya pada kedua orang tua saya. Meski secara fisik kedua ortu tidak ada didekat saya tapi saya selalu merasa mereka dekat dan selalu memotivasi saya. Hal itulah memberi kekuatan pada saya untuk terus mencoba dan berbuat sesuatu, paling tidak untuk melakukan hal-hal  yang baik untuk saya sendiri. Sampe saat ini pun saya masih terus berupaya menjadi  manusia yang lebih baik lagi, karena orang tua saya yang menjadi idola saya. Bahkan meski  sekarang bapak saya sudah gak ada, saya selalu merasa ia ada didekat saya, bersama ibu saya mendampingi saya.
Ya, kedua orang  tua saya, memang idola saya yang sejati.
Thank’s God for parents YOU give  

Jumat, 04 November 2016

tunggu

Mungkin ini postingan tercepat saya di BBKU. Bukan tanpa alasan, nanti malam saya akan pentas tetater dengan Didik Nini Thowok. Dan saya sebagai pemain amatir haru persiapan dulu. Ini hanya sebuah pementasan kecil, dan untuk senang-senang aja. Jadi sambil menunggu waktu pementasan nanti malam, saya pikir-pikir mending sekarang mem-posting duluan, biar bisa fokus untuk ngerjakan yang lain.
Mari menunggu waktu.....

Tanggung Jawab

Hari ini bisa jadi hari yang cukup mencekam bagi warga Jakarta. Ribuan orang datang dari berbagai daerah, dengan memakai simbol-simbol agama melakukan demo. Tujuannya satu, usut tuntas dugaan penistaan agama. demo yang semula berjalan tertib, berujung kericuhan. Sasarannya sebuah minimarket. bisa jadi massa demo ini sebenarnya lapar, capek, dan kesal karena ternyata "janji manis" provokator yang mengajak mereka berdemo tak juga kesampaian. Dalang provokator juga menghilang entah kemana.  Tak ada tanggung jawab.
Ditempat yang berbeda, Jogjakarta, rasa mencekam juga menghantui saya. Sampai tengah malam mata ini masih terjaga.  Masih "bersiaga" di kantor, lantaran sang penjaga malam belum juga menunjukkan batang hidungnya. Sementara tim liputan dari Solo masih dalam perjalanan pulang. Alhasil saya sebagai "penjaga kandang" malam ini. sendirian hanya ditemani lagu-lagu slow rock. Niat segera pulang, bobo manis, dan mimpi indah nampaknya harus di tunda dulu malam ini. menunggu tim liputan dari Solo datang. Wahai kawan segeralah datang, aku tak bisa pulang jika belum ku tuntaskan tanggung jawab ini.

Kamis, 03 November 2016

Horor

Tiba-tiba saja saya ingin menuliskan tema ini: H.O.R.O.R
bukan karena ini malam jumat (kliwon) tapi karena kejadian yang saya alami pagi tadi. Setelah bangun pagi, kewajiban saya untuk jalan-jalan dengan my lovely dog,miko. Kegiatan ini rutin saya lakukan di pagi hari, hitung-hitung untuk olah raga dan mencegah kaku otot. Rute yang saya lalui pagi ini seperti biasa. melewati perempatan jatikencana, ASMI Santa Maria lalu pulang. Pagi itu miko, sedikit agresif dan sebenarnya selalu menjengkelkan. Dia suka sekali pipis di tempat-tempat yang ada tiangnya. Sementara kalo pup selalu didepan rumah orang, biasanya pas orangnya didepan rumah. Kalo udah gitu kan saya yang jadi malu (wkwkwk)
Back to story, saat berada di depan SMAN 2, tiba-tiba ada anjing gede menghampiri kami. Miko dengan wajahnya yang lugu bermaksud menyapa (kan sesama anjing) tapi rupanya, anjing besar ini salah sangka dan langsung menyerang miko, hingga terjadi keributan. Meski miko berbadan kecil, tapi dia gak mau kalah mencoba melawan. Sampe akhirnya seorang ibu keluar dari rumah (kayaknya pemilik anjing besar itu) dia langsung melerai, tapi anjingnya tetap menyerang miko. Akhirnya miko saya tarik dan gendong, nahas tuh anjing besar malah gigit kaki kiri saya, sampe berdarah. Yang penting miko selamat. Karena khawatir kena rabies, saya pun segera segera membersihkan luka dan memeriksakan diri ke rumah sakit. Pikiran horor saya mencuat gimana nih kalo saya kena rabies. Di film-film kan digambarkan orang yang terinfeksi virus rabies akhirnya mati mengenaskan. dan SAYA GAK MAU ITU TERJADI PADA DIRI SAYA. Untung jawaban dokternya sedikit menenangkan, katanya Jogja bukan endemik rabies, tapi saya akan disuntik tetanus dan diberi anti-biotik. OK, gak papa. Lalu tibalah saat membayar jasa rumah sakit. Total rp.350.000,-
Rasa jengkel muncul sama pemilik anjing besar itu, kenapa punya anjing kok dilepas sampe mencelakai anjing lain bahkan orang lain. Sebagai pendukung Animal Friend Jogja yang terpikirkan di benak saya, ya yang keterlaluan bukan anjingnya, tapi emang pemiliknya. anjing ya tetap anjing. Pemiliknya yang seharusnya punya tanggung jawab sama tuh anjing piaraannya.
Saya aja punya anjing, umur 6 bulan udah divaksin komplit, rutin grooming, makanan dan tindak tanduknya selalu jadi perhatian saya. Emang bener ungkapan, anjing itu bukan sekedar piaraan tapi bagian dari keluarga. Miko juga telah menjadi bagian dari keluarga kami.
Pesen saya, buat yang baca blog ini, milikilah hati pada apa yang kamu miliki.  So, pliss, jangan menjadi (pembuat) horor bagi orang lain.

 

Rabu, 02 November 2016

positif


Hari ini mungkin seperti hari-hari yang lain. Biasa aja. Nothing is special (pake telor)...
Tapi sebagai manusia rasional, saya harus mencari makna dari perjalanan hari-hari saya di KBM UGM. Yah, paling engga buat kenang-kenangan kalo dulu pernah kuliah disini. Disitulah kemudian saya menemukan asiknya hari rabu ini 
(catet ya!)
Hari rabu adalah hari yang absurd. Gimana engga, dulu pas awal kuliah sebetulnya pengen ada hari yang kosong gak ada kuliah. Eh, ternyata dapat satu mata kuliah di pukul 13.00 wib. Bayangin, di jam paling enak buat tidur setelah makan, saya harus bela-belain menahan kantuk, belum lagi kalo pas hujan. Udah suara dosennya gak kedengaran, kecipratan air hujan lagi. Dan kini setelah mid semester, lha kok di hari rabu ada satu tambahan mata kuliah lagi.Kuliahnya di kampus orang lagi, di jalan Bantul. 
Jadilah saya memiliki rundown acara khusus: bangun pagi-olah raga-kuliah-pindah kampus-kuliah lagi-kerja
Tapi berhubung kuliah di KBM adalah keinginan sendiri, ya udah dinikmati aja deh. Dan kalo udah menikmati (lebih tepatnya pasrah kali ya hahaha...) bawaannya legowo, dan nyaman aja. Jadinya memandang kesibukan diri yang absurd ini sebagai hal positif. Lagi-lagi ini sebenarnya permainan mental aja. Tapi percaya gak percaya, sikap mental positif ini penting banget untuk melawan rasa putus asa, apalagi saat gak PD.
Ada banyak pengalaman hidup saya dengan sikap positif ini. Bahkan kalo saya masih bisa menulis di blog ini, itu juga karena saya selalu mencoba memiliki sikap positif. Tapi tetap diingat, bagiamanapun juga memiliki sikap positif aja kurang work it out kalo kita gak punya perhitungan yang matang (yang bisa juga disebut intuisi). Lalu apa hubungannya sikap positif dengan intuisi??...tunggu ceritanya diblog ini ya, soalnyaudah keburu ngantuk nih.
Good night universe.