Jumat, 24 November 2017

(komunitas) Kita Memang Beda

salah satu penampilan komunitas di Festival Jogja Gumregah

selagi kau hidup di dunia
teruslah berbuat baik untuk sesama
kita memang beda
kita tak sama
tapi itu yang mewarnai jogja

itulah sebait lagu yang di bawakan salah satu pengisi Festival Jogja Gumregah, Jumat Malam. Hujan deras yang mengguyur sampai detik ini tak menyurutkan masyarakat untuk hadir dilokasi yang berdekatan dnegan tempuran (pertemuan) Sungai Winongo dan Sungai Bedog. Merka hadir kaerna merasa sebagai bagian dari komunitas.
Memang tepat jika ada yang bilang Yogyakarta adalah gudangnya komunitas. Mungkin kalau dihitung jumlahnya mencapai 100 lebih. Malam ini saja tercatat ada 30 komunitas yang hadir meramaikan Festival Jogja Gumregah yang digelar di Sanggar Bambu, Tirtonirmolo, Bantul.
komunitas adalah nafasnya Jogja. Di komunitas ini manusia-manusia membentuk kelompok untuk menyatakan identitas mereka. Komunitas mereka pun begitu cair. Ada yang bergabung di komunitas Nyah Nyoh sekaligus di Komunitas Jogja Berkebun. Ada yang bergabung di komunitas Sepeda Motor sekaligus anggota  Komunitas Sepeda Onthel,  dan masih banyak lagi. Kalaupun malam ini mereka diminta berbagi pengalaman di komunitas yang diikuti, mereka dengan fasih bertukar posisi dari seorang pecinta sepeda motor di satu waktu sekaligus menjadi pecinta sepeda motor di waktu bersamaan. 
Yang paling saya salut dengan komunitas di Jogja adalah rasa kekeluargaan diantara mereka. Hal paling terasa adalah jika bertemu. Biasanya mereka akan menyambut kedatangan tamu dnegan hangat, kemudian menjamu dengan wedangan (minuman) dan ngobrol dengan ditemani camikan (camilan) dan selanjutnya berlanjut dengan mengajak kita makan besar. Tak peduli apakah mereka punya uang atau tidak, apakah harus ngutang dahulu atau tidak yang penting tamu yang datang dianggap sebagai saudara.
Festival Jogja Gumregah mengajak masyarakat untuk memahami bahwa kita  tidak bisa hidup sendiri. Kita selalu hidup berdampingan dengan orang lain, suka maupun tidak. Maka dari itu pesan dari kegiatan ini: berbuatlah baik untuk sesama. Adanya komunitas menjadi medium bagi warga (anggotanya) untuk mengaktualisasikan diri kepada sesama. Menemukan makna hidup. Dan makna hidup itu mereka resapi sebagai kemauan untuk berbagi, walaupun caranya mungkin agak aneh. Misal saja ketika bertemu dnegan sesama anggota komunitas panggilan seperti "celeng", "asu" atau "jancuk" justru menjadi lebih bermakna dari pada penggunaan kata kowe, "dab" misalnya. Dan di komunitas itu orang yang dipanggil dengan sebutan celeng dan "teman-temannya"  pun juga tak marah.
Itulah yang kadnag membuat saya selalu rindu dengan suasana Yogyakarta. Yaitu selalu ada cara lain memandang dunia yang selama ini kita lihat hanya sebagai hitam dan putih.   

.......
kita memang beda
kita tak sama
tapi itu yang mewarnai jogja


Tidak ada komentar:

Posting Komentar