sumber : creatoracademy.youtube.com
Ketika disodori
tema tentang Youtube oleh mimincuu BBKU, saya jadi teringat percakapan saya
dengan salah seorang mahasiswa tempo hari. Kira-kira begini obrolannya.
Mh : Mas masa depan TV masih prospektif gak?
Me : TV masih prospektif jika kita memandangnya
dengan cara yang berbeda. TV jangan hanya dilihat sebagai “mesin
kotak” yang menunggu ditonton.
Mh : Maksudnya?
Me : Era TV konvensional sudah lewat. Kalo
mau tetap dapat penonton ya TV harus bisa kreatif menyesuaikan
diri dengan kemajuan teknologi. Misalnya terkoneksi dengan smart phone. Karena masyarakat
kita sekarang lebih familiar dengan
hape daripada dengan kotak TV.
Mh : Gak takut kalah saing sama Youtube?
Me : Bagaimana kalau antara TV dan Youtube terintegrasi?? Semua akan ada eranya. Media dengan format
audio-visual pasti tetap memiliki tempat di hati segmennya masing-masing.
Mohon maaf kalo jawaban saya rada sok tau. Tapi harus
diakui, jumlah penonton TV sejak 3 tahun terakhir jauh menurun. Mengutip laman republika.co.id tanggal 13 Januari 2017
tentang nasib Televisi di era Internet, Survei
yang dilakukan Nielsen Media Research di 11
kota di Indonesia akhir tahun 2016 menunjukkan penonton televisi tradisional mencapai
puncaknya pada 2009-2010. Itulah kejayaan televisi konvensional sejak tahun 1949. Survey
dilakukan Nielsen pada responden usia 18-34 tahun.
Dari hasil survey tersebut di antara responden usia 18 sampai 34 tahun, penggunaan
smartphone, tablet, dan perangkat yang terhubung dengan TV seperti streaming
atau game konsol meningkat lebih dari 25 persen. Sedangkan kegiatan menonton televisi turuun 10 persen.
Nielsen menyebut banyak orang yang kini
menggantikan kebiasaan menonton televisi atau mendengarkan radio melalui
perangkat konvensional dan berganti dengan penggunaan layanan streaming seperti
Netflix, perangkat mobile, dan layanan web seperti YouTube.
Tapi apakah Youtube akan menggantikan televisi?
Cassey Neistat seorang Youtuber asal AS, dalam wawancara
dengan Kompas Tekno awal Oktober lalu mengaku masih optimis dan merasa TV akan terus ada. Hanya saja,
menurut Neistat, batas-batas antara TV dan YouTube akan semakin kabur. Tentu saja karena perubahan budaya di masyarakat seiring bergantinya
generasi.
Ya begitulah, Youtube dengan
tag line nya : Broadcast Yourself pada awalnya memang merupakan medium untuk
sharing file. Karena mampu menayangkan file dalam format audio-visual, plus terdokumentasi
baik, menjadikan Youtube booming. Beda
sekali dengan televisi konvensional yang hanya sekali tayang langsung berlalu. Begitu
diunggah di Youtube, kita masih bisa menikmati file tersebut berulang-ulang selama
belum diblock/dihapus oleh admin Youtube. Inilah gejala awal yang membuat
Youtube makin tenar. Karena itu banyak hasil rekaman televisi yang kemudian di
unggah di Youtube.
Kini Youtube telah memiliki
fasilitas channel yang memungkinkan Youtubers memiliki kanal siaran pribadi. Bahkan
ada yang menggunakan Youtube untuk melakukan siaran live!, Persis seperti TV (yang
selama ini kita kenal) kan? Makanya jangan heran kalau di Youtube ada banyak
channel dengan embel-embel TV dibelakangnya. Salah duanya Kresna TV (ehemm) dan Inahealth TV.
Yang terakhir ini TV seputar informasi kesehatan yang digarap oleh FK UGM.
Ken Auletta dalam artikel berjudul : Outside the
Box: The Future of Television
(2014) menulis bahwa nasib industri
televisi lebih baik dibandingkan dengan musik dan suratkabar. Dalam industri
musik dan suratkabar, platform digital cenderung menghilangkan platform lama. Sementara
dalam industri televisi, platform lama dan baru tidak saling meniadakan. Setidaknya
belum.
Balik lagi
apakah channel-channel TV yang ada sekarang akan bertahan? Sekali lagi jawabannya
tergantung kreativitas pengelola TV itu sendiri sebagai penyedia content di Youtube. Jika mampu membuat content
yang atraktif, memikat, dan berguna maka akan menarik penonton. Sebaliknya yang
monoton akan ditinggalkan penonton.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar